Analisis Seni Karawitan
Salah satu bentuk kesenian
daerah asli Jawa Tengah adalah Karawitan. Karawitan merupakan seni musik
daerah, baik vokal atau instrumental yang mempunyai klarifikasi dan
perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Kata ngrawit yang
artinya suatu karya seni yang memiliki sifat-sifat yang halus, rumit, dan indah
(Soeroso: 1985,1986). Dari dua hal tersebut dapat diartikan bahwa seni
karawitan berhubungan dengan sesuatu yang halus, dan rumit. Kehalusan dan
kerumitan dalam seni karawitan tampak nyata dalam sajian gending maupun
asesoris lainnya.
Gamelan adalah nama seperangkat
alat musik dari daerah Jawa, Sunda, dan Bali. Alat musik gamelan dimainkan di
mainkan bersama dalam bentuk ansambel atau simfoni. Tangga nada yang digunakan
pada musik gamelan adalah pentatonis dalam laras pelog dan slendro.
Laras
pelog adalah sebuah sistem urutan nada – nada yang terdiri dari lima atau tujuh
nada dalam satu gembyangan, dengan menggunakan pola jarak nada yang tidak sama
rata, yaitu tiga atau lima jarak dekat, dan dua jarak jauh dengan susunan dan
pola interval yang diatur sebagai berikut
- Pelog Nem
1) 5 6
1 2 3
5 6 1
2 3
2) 5 6
1 2
4
5 6 1
2 3
- Pelog Barang
5 6
7 2 3
5 6 7
2 3
Laras
slendro adalah sebuah sistem yang urutan nada – nada nya terdiri dari lima nada
dalam satu gembyangan (satu oktaf) dengan pola yang hampir sama. Susunan dan
pola interval itu diatur sebagai berikut:
1 2 3 5 6 i
Gamelan
telah populer sejak jaman dahulu. Terbukti dengan adanya peninggalan lengkap
yang ada di keraton Solo dan Yogyakarta. Pada zaman Sultan Agung sudah ada
gamelan lengkap. Dalam penggunaannya, jumlah instrumen gamelan dapat berubah –
ubah tergantung pada keperluannya.
Gamelan
lengkap terdiri atas lima kelompok instrumen sebagai berikut.
- Kelompok balungan terdiri atas demung, saron dan peking
- Kelompok blimbingan terdiri atas slenthem, gender barung, dan gender penerus.
- Kelompok penconterdiri atas bonang barung, bonang penerus, ketuk atau kempyang, ketuk kenong, kempul, gong
- Kelompok Kendang seperti kendang bem, kendang ciblon besar , kendang ciblon kecil, dan ketipung
- Kelompok pelengkap, misalnya seruling, siter (kecapi), rebab dan gambang.
Ketika
berbicara mengenai gamelan, kita akan menemui yang namanya sekar macapat. Sekar
macapat merupakan salah satu bentuk puisi jawa yang menggunakan bahasa jawa baru,
yang di ikat oleh persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan dan guru
lagu yang dalam pembacaan atau penyajiannya dengan cara di lagukan, dengan
menggunakan laras / nada slendro maupun pelog.
Dalam
pementasan karya musik yang ada di ISI Surakarta kemarin banyak hal yang dapat
kita nikmati dan pelajari, seperti permainan gamelannya, tehnik bernyanyi yang
di gunakan para sinden nya, kostum yang mereka gunakan, tata rias wajahnya,
tata rias panggung nya hingga tarian –tarian yang memper indah lagu.
Dari
yang saya lihat pada awal pementasan hari pertama, mereka menyajikan tembang
sekar macapat dengan cakepan dan pathet yang berbeda. Namun dari segi kostum
yang mereka gunakan hampir sama antara pementas satu dengan yang kedua. Mereka
menggunakan baju adat jawa tengah yaitu baju kebaya bagi perempuan lengkap
dengan kondenya sedangkan bagi yang laki – laki juga sama memakai baju adat
jawa.
Setelah
itu, penampilan yang ketiga yang saya lihat adalah permainan gamelan yang pada
saat pementasannya ada peran wayang di dalamnya sedang berdialog. Entah kenapa
saya tertarik dengan pementasan yang ini. Apa mungkin karena pementasan kali
ini pesan dari pementasannya dapat
tersampaikan oleh pewayangan yang tampil saat itu. Berbeda dengan penyajian
sekar macapat yang sebelumnya, dimana saya tidak mengerti apa yang mereka
sampaikan, apakah itu berupa nasehat, ajaran, kritik, ungkapan cinta, do’a atau
yang lainnya. Dari segi kostum yang di gunakan jelas ada perbedaan dari yang
sebelumnya. Dimana pada pementasan kali ini juga di tambahi dengan kostum
wayang yang di pakai oleh beberapa orang. Kostum dan cara bergeraknya di
sesuaikan dengan tokoh wayang yang mereka perankan. Dan menurut saya hal ini
memiliki kesinkronan dari cara mereka bergerak dengan kostum yang mereka
gunakan, tata rias wajah yang sesuai dengan peran yang di bawakan serta tembang
macapat yang dimainkan.
Pementasan
yang ke dua, yaitu pada hari Rabu 16 April 2014 merupakan pementasan yang ke
dua yang saya lihat di ISI Surakarta. Dimana dalam pementasan kali ini tidak menampilkan tembang
sekar macapat, namun pementasan kali ini menampilkan drama. Dimana dalam drama
yang pertama yang saya lihat, yang menurut saya sendiri saya beri nama
“Kluthekan”. Karena drama ini
menampilkan percakapan beberapa orang yang ada dalam sebuah angkringan. Dalam
drama ini menampilkan instrumen yang ritmis, dimana suara alat- alat yang di
gunakan beradu dengan baik. Seperti gelas yang di aduk. Suara meracik makanan
dan lain sebagainya. Suara yang mereka lontarkan pun jelas. Pesan yang mereka
sampaikan pun dapat di terima dengan baik dan tidak menimbulkan kejenuhan
kepada para penonton karena ada dagelan – dagelan yang di lontarkan. Selain itu
kostum dan tata tempat yang mereka gunakan itu sesuai dengan suasana yang ada
di angkringan sungguhan. Ada ibu – ibu yang memakai celemek sebagai penjual
angkringan. Ada bapak- bapak yang memakai serbet di pundaknya sedang membuat es
teh pesanan. Ada yang berbincang dengan pelanggan, dsb. Pembawaan yang mereka
mainkan sudah menjiwai dengan baik.
Selain
pementasan di atas, ada juga pementasan yang mengusung tema “Lewat Belakang”.
Ini merupakan pementasan mengenai rakyat miskin dan orang kaya yang ada
sekarang ini. Dimana orang miskin selalu terinjak dan orang kaya semakin kaya.
Apapun mudah di lakukan ketika menjadi orang kaya. Dalam pementasan ini, kostum
yang mereka gunakan memang sudah sesuai, namun yang kurang saya mengerti itu
adalah ketika ada alat yang di gunakan untuk mengelas dan alat itu dimainkan
hingga menimbulkan percikan – percikan api. Hal itu belum bisa saya pahami. Namun
dalam pementasan ini secara keseluruhan saya menyukainya.
Pementasan
yang satu lagi bertemakan “Galau”. Dimana dalam pementasan ini saya menyukai
instrumennya, karena terkadang membuat deg – degan namun terkadang terdengar
tenang, terkadang lirih dan sebagainya. Hal ini terasa sekali bahwa yang mereka
sajikan ini memang menggalaukan hati. Jadi tema yang mereka usung dapat
tersampaikan dengan baik. Dari segi kostum mereka simple, tidak ngejreng namun
terkesan kalem. Yang saya sukai dari pementasan yang ini adalah ketika mereka
memainkan air yang terdapat dalam sebuah bambu yang menimbulkan suara yang
menyentuh, menenangkan jiwa.
Sekian
analisis seni yang saya haturkan, apabila ada kesalahan saya mohon maaf.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar