Selasa, 13 Mei 2014

ini lho tugasnya :D




Analisis Seni Karawitan
Salah satu bentuk kesenian daerah asli Jawa Tengah adalah Karawitan. Karawitan merupakan seni musik daerah, baik vokal atau instrumental yang mempunyai klarifikasi dan perkembangan dari daerahnya itu sendiri. Kata ngrawit  yang artinya suatu karya seni yang memiliki sifat-sifat yang halus, rumit, dan indah (Soeroso: 1985,1986). Dari dua hal tersebut dapat diartikan bahwa seni karawitan berhubungan dengan sesuatu yang halus, dan rumit. Kehalusan dan kerumitan dalam seni karawitan tampak nyata dalam sajian gending maupun asesoris lainnya.
Gamelan adalah nama seperangkat alat musik dari daerah Jawa, Sunda, dan Bali. Alat musik gamelan dimainkan di mainkan bersama dalam bentuk ansambel atau simfoni. Tangga nada yang digunakan pada musik gamelan adalah pentatonis dalam laras pelog dan slendro.
Laras pelog adalah sebuah sistem urutan nada – nada yang terdiri dari lima atau tujuh nada dalam satu gembyangan, dengan menggunakan pola jarak nada yang tidak sama rata, yaitu tiga atau lima jarak dekat, dan dua jarak jauh dengan susunan dan pola interval yang diatur sebagai berikut
  1. Pelog Nem
1)      5   6            1   2   3            5   6            1   2   3
2)      5   6        1   2              4       5   6          1   2   3
  1. Pelog Barang
5   6   7            2   3            5   6   7             2   3
Laras slendro adalah sebuah sistem yang urutan nada – nada nya terdiri dari lima nada dalam satu gembyangan (satu oktaf) dengan pola yang hampir sama. Susunan dan pola interval itu diatur sebagai berikut:
            1            2             3             5             6            i
Gamelan telah populer sejak jaman dahulu. Terbukti dengan adanya peninggalan lengkap yang ada di keraton Solo dan Yogyakarta. Pada zaman Sultan Agung sudah ada gamelan lengkap. Dalam penggunaannya, jumlah instrumen gamelan dapat berubah – ubah tergantung pada keperluannya.
Gamelan lengkap terdiri atas lima kelompok instrumen sebagai berikut.
  1. Kelompok balungan terdiri atas demung, saron dan peking
  2. Kelompok blimbingan terdiri atas slenthem, gender barung, dan gender penerus.
  3. Kelompok penconterdiri atas bonang barung, bonang penerus, ketuk atau kempyang, ketuk kenong, kempul, gong
  4. Kelompok Kendang seperti kendang bem, kendang ciblon besar , kendang ciblon kecil, dan ketipung
  5. Kelompok pelengkap, misalnya seruling, siter (kecapi), rebab dan gambang.
Ketika berbicara mengenai gamelan, kita akan menemui yang namanya sekar macapat. Sekar macapat merupakan salah satu bentuk puisi jawa yang menggunakan bahasa jawa baru, yang di ikat oleh persajakan yang meliputi guru gatra, guru wilangan dan guru lagu yang dalam pembacaan atau penyajiannya dengan cara di lagukan, dengan menggunakan laras / nada slendro maupun pelog.
Dalam pementasan karya musik yang ada di ISI Surakarta kemarin banyak hal yang dapat kita nikmati dan pelajari, seperti permainan gamelannya, tehnik bernyanyi yang di gunakan para sinden nya, kostum yang mereka gunakan, tata rias wajahnya, tata rias panggung nya hingga tarian –tarian yang memper indah lagu.
Dari yang saya lihat pada awal pementasan hari pertama, mereka menyajikan tembang sekar macapat dengan cakepan dan pathet yang berbeda. Namun dari segi kostum yang mereka gunakan hampir sama antara pementas satu dengan yang kedua. Mereka menggunakan baju adat jawa tengah yaitu baju kebaya bagi perempuan lengkap dengan kondenya sedangkan bagi yang laki – laki juga sama memakai baju adat jawa.
Setelah itu, penampilan yang ketiga yang saya lihat adalah permainan gamelan yang pada saat pementasannya ada peran wayang di dalamnya sedang berdialog. Entah kenapa saya tertarik dengan pementasan yang ini. Apa mungkin karena pementasan kali ini pesan dari  pementasannya dapat tersampaikan oleh pewayangan yang tampil saat itu. Berbeda dengan penyajian sekar macapat yang sebelumnya, dimana saya tidak mengerti apa yang mereka sampaikan, apakah itu berupa nasehat, ajaran, kritik, ungkapan cinta, do’a atau yang lainnya. Dari segi kostum yang di gunakan jelas ada perbedaan dari yang sebelumnya. Dimana pada pementasan kali ini juga di tambahi dengan kostum wayang yang di pakai oleh beberapa orang. Kostum dan cara bergeraknya di sesuaikan dengan tokoh wayang yang mereka perankan. Dan menurut saya hal ini memiliki kesinkronan dari cara mereka bergerak dengan kostum yang mereka gunakan, tata rias wajah yang sesuai dengan peran yang di bawakan serta tembang macapat yang dimainkan.
Pementasan yang ke dua, yaitu pada hari Rabu 16 April 2014 merupakan pementasan yang ke dua yang saya lihat di ISI Surakarta. Dimana dalam  pementasan kali ini tidak menampilkan tembang sekar macapat, namun pementasan kali ini menampilkan drama. Dimana dalam drama yang pertama yang saya lihat, yang menurut saya sendiri saya beri nama “Kluthekan”.  Karena drama ini menampilkan percakapan beberapa orang yang ada dalam sebuah angkringan. Dalam drama ini menampilkan instrumen yang ritmis, dimana suara alat- alat yang di gunakan beradu dengan baik. Seperti gelas yang di aduk. Suara meracik makanan dan lain sebagainya. Suara yang mereka lontarkan pun jelas. Pesan yang mereka sampaikan pun dapat di terima dengan baik dan tidak menimbulkan kejenuhan kepada para penonton karena ada dagelan – dagelan yang di lontarkan. Selain itu kostum dan tata tempat yang mereka gunakan itu sesuai dengan suasana yang ada di angkringan sungguhan. Ada ibu – ibu yang memakai celemek sebagai penjual angkringan. Ada bapak- bapak yang memakai serbet di pundaknya sedang membuat es teh pesanan. Ada yang berbincang dengan pelanggan, dsb. Pembawaan yang mereka mainkan sudah menjiwai dengan baik.
Selain pementasan di atas, ada juga pementasan yang mengusung tema “Lewat Belakang”. Ini merupakan pementasan mengenai rakyat miskin dan orang kaya yang ada sekarang ini. Dimana orang miskin selalu terinjak dan orang kaya semakin kaya. Apapun mudah di lakukan ketika menjadi orang kaya. Dalam pementasan ini, kostum yang mereka gunakan memang sudah sesuai, namun yang kurang saya mengerti itu adalah ketika ada alat yang di gunakan untuk mengelas dan alat itu dimainkan hingga menimbulkan percikan – percikan api. Hal itu belum bisa saya pahami. Namun dalam pementasan ini secara keseluruhan saya menyukainya.
Pementasan yang satu lagi bertemakan “Galau”. Dimana dalam pementasan ini saya menyukai instrumennya, karena terkadang membuat deg – degan namun terkadang terdengar tenang, terkadang lirih dan sebagainya. Hal ini terasa sekali bahwa yang mereka sajikan ini memang menggalaukan hati. Jadi tema yang mereka usung dapat tersampaikan dengan baik. Dari segi kostum mereka simple, tidak ngejreng namun terkesan kalem. Yang saya sukai dari pementasan yang ini adalah ketika mereka memainkan air yang terdapat dalam sebuah bambu yang menimbulkan suara yang menyentuh, menenangkan jiwa.
Sekian analisis seni yang saya haturkan, apabila ada kesalahan saya mohon maaf.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar